Khutbah Jumat: Ramadan Melatih Kejujuran, Moral Kemanusiaan Universal
Khutbah Pertama
إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
Kaum Muslimin sidang Jumat yang terhormat,
Manusia dikenal sebagai makhluk moral yang perilakunya merefleksikan keyakinan hidup yang dianut. Dalam Islam, iman dan amal, keyakinan dan perilaku, harus sejalan. Moral kemanusiaan yang tinggi merupakan manifestasi dari keimanan dalam hati manusia. Tidak ada fondasi moral yang lebih kokoh daripada keimanan kepada Allah. Salah seorang Filosof Jerman mengatakan, “Barangsiapa mencari sistem moral yang paling kokoh, dia tidak akan menemukannya, kecuali dalam ajaran agama.”
Puasa Ramadan salah satunya melatih umat Islam akan pentingnya sifat jujur dan kejujuran. Secara universal, kejujuran diakui sebagai jantung moralitas kemanusiaan. Siapa saja, bangsa mana pun, dan apa pun keyakinannya pasti menghargai kejujuran dan memandang kebohongan sesuatu yang buruk dan tercela. Kejujuran akan tetap bersinar walau di tengah tumpukan kebohongan dan kepalsuan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran,
فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا
Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya). (QS An-Nisā' [4] :9)
وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ
Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Al Hadid [57] : 4)
Dalam sebuah Hadis, seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ جَبَانًا ؟ فَقَالَ: ( نَعَمْ ) ، فَقِيلَ لَهُ: أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ بَخِيلًا ؟ فَقَالَ: ( نَعَمْ ) ، فَقِيلَ لَهُ: أَيَكُونُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا ؟ فَقَالَ: ( لَا ).
''Mungkinkah seorang mukmin itu pengecut?''
''Mungkin,'' jawab Rasulullah.
''Mungkinkah seorang mukmin itu bakhil (kikir)?''
''Mungkin,'' lanjut Rasulullah.
''Mungkinkah seorang mukmin itu pembohong?''
Rasulullah SAW menjawab, ''Tidak!'
Sayyid Sabiq, ulama besar dari Universitas Al-Azhar Cairo dalam bukunya Islamuna ketika menukilkan Hadis di atas menulis bahwa "iman dan kebiasaan berbohong tidak bisa berkumpul di dalam hati seorang mukmin. Rasulullah SAW berwasiat, agar umat Islam memiliki sifat jujur dan menjauhi sifat pembohong. Sebab, Islam tidak akan tumbuh dan berdiri kokoh dalam pribadi yang tidak jujur."
Kaum Muslimin sidang Jumat yang berbahagia,
Dalam sejarah, pribadi besar Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi Rasul dengan menerima wahyu pertama dari Allah, telah dikenal lebih dulu sebagai pribadi yang jujur hingga di lingkungannya di Mekkah digelari Al-Amin.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا
Dari Abdullah bin Mas'ud RA, dia berkata: Rasulullah bersabda, ''Berpegang-teguhlah dengan kebiasaan berkata benar. Sesungguhnya berkata benar mengantarkan kepada kebaikan. Kebaikan akan mengantarkan ke surga. Seseorang yang selalu berkata benar, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai orang yang benar. Dan jauhilah kebohongan. Sesungguhnya kebohongan mengantarkan kepada kejahatan. Kejahatan mengantarkan ke neraka. Seseorang yang biasa berbohong, dia akan ditulis di sisi Allah sebagai pembohong.'' (HR Bukhari-Muslim).
Kisah sahabat nabi, Khalifah Umar bin Khattab ketika menguji kejujuran seorang anak gembala kambing di Madinah lima belas abad yang lampau menarik direnungkan. “Jual-lah kepadaku seekor anak kambingmu ini, toh tuanmu di balik bukit sana tidak tahu. Katakan saja kepada tuanmu, anak kambing itu telah dimakan serigala”
Si anak gembala menjawab, “Kalau begitu, fa ainallah!” artinya di mana Allah? Khalifah Umar langsung mengajak anak gembala yang telah lulus ujian kejujuran itu untuk bersama-sama menemui tuannya. Khalifah Umar menebus kemerdekaan anak itu dari perbudakan dan menjadikannya manusia merdeka.
Umar berpesan, “Kalimat ini, fa ainallah (di mana Allah), telah memerdekakanmu di dunia. Semoga kalimat ini (pula) akan memerdekakannmu di akhirat kelak.”
Pemerintahan yang bersih dan berwibawa untuk kesejahteraan rakyat membutuhkan tegaknya kejujuran dan mental kenegarawanan pada semua aparatur penyelenggara negara. Kejujuran para ilmuwan sangat dibutuhkan sebagai penunjuk arah kemajuan bangsa dan negara. Negara hukum yang cita-citakan oleh para pendiri bangsa membutuhkan kejujuran para penegak hukum untuk mewujudkannya. Kehidupan demokrasi yang konstitusional takkan terwujud tanpa kejujuran. Kesepakatan kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesian membutuhkan kejujuran pada semua elemen bangsa agar mendatangkan keberkahan dalam kemajuan.
Kaum Muslimin sidang Jumat yang dirahmati Allah,
Dalam upaya membangun masyarakat yang jujur sebagai landasan terbentuknya bangsa dan negara yang memiliki budaya kejujuran, diperlukan pembentukan pribadi-pribadi jujur sejak dari dalam keluarga. Perbaikan akhlak bangsa haruslah dimulai dari penguatan keimanan dan membudayakan kejujuran.
Krisis kejujuran akan berdampak luas di tengah masyarakat. Krisis kejujuran menyuburkan praktik korupsi yang merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Karena kelihaian membuat lingkaran kebohongan, sebagian perbuatan korupsi, kolusi dan suap tidak tersentuh hukum. Akan tetapi orang beriman yakin bahwa di akhirat, di Yaumul Mahsyar, semua kebohongan dan kepalsuan akan dibuka di hadapan Mahkamah Allah dan disaksikan oleh sekalian umat manusia.
Salah satu misi dakwah ialah memperbaiki moral kemanusiaan dan akhlak bangsa. Perbaikan moral kemanusiaan dan akhlak bangsa dilakukan dengan memperkuat keimanan dan membangun kultur kejujuran. Setiap orang seyogyanya merasa malu melakukan kejahatan dan pelanggaran, meski tidak diketahui orang lain. Dalam kaitan ini, pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan basis terbentuknya karakter manusia yang beriman dan jujur.
Pembudayaan kejujuran bukan hanya membutuhkan pengetahuan, tetapi perlu keteladanan, keberanian dan integritas yang konsisten. Kejujuran tidak cukup sekadar slogan, tapi harus tertanam menjadi karakter dan kultur masyarakat. Kejujuran tidak selalu berbanding lurus dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan, tetapi menyangkut kualitas pribadi dan karakter.
Ibadah mahdhah yang diwajibkan dalam Islam mendidik setiap muslim menjadi pribadi yang jujur kepada Allah, jujur dengan diri sendiri dan jujur kepada masyarakat sekeliling. Salat, zakat, puasa, dan haji mendidik manusia agar menjadi pribadi yang jujur dan ikhlas.
Sejalan dengan misi kerisalahan Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki akhlak manusia, mari budayakan kejujuran dalam membangun masa depan yang lebih tentram, lebih maju dan lebih sejahtera dari yang dirasakan selama ini.
Sebuah pesan dari sahabat nabi, khalifah Usman bin Affan patut direnungkan, "Tidak seorang pun yang menyembunyikan suatu rahasia di dalam hatinya, kecuali Allah akan menampakkan pada raut wajahnya atau melalui perkataan yang terlontar dari lidahnya."
Semoga khutbah hari ini bermanfaat bagi khatib sendiri dan bagi kita semua.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ،
وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ,
وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ
وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَ
Sumber: Kemenag.go.id
Comments (0)
Leave your thought